Thursday, March 24, 2011

The Joy of Sacrifice

“Sesudah itu engkau akan sampai ke Gibea TUHAN, tempat kedudukan pasukan orang Filistin. Dan apabila engkau masuk kota, engkau akan berjumpa di sana dengan serombongan nabi, yang turun dari bukit pengorbanan dengan gambus, rebana, suling dan kecapi di depan mereka; mereka sendiri akan kepenuhan seperti nabi. Maka Roh TUHAN akan berkuasa atasmu; engkau akan kepenuhan bersama-sama dengan mereka dan berubah menjadi manusia lain. Apabila tanda-tanda ini terjadi kepadamu, lakukanlah apa saja yang didapat oleh tanganmu, sebab TUHAN menyertai engkau.”

Kalau orang naik ke bukit pengorbanan pastilah melakukan sebuah pengorbanan. Saat serombongan nabi turun sehabis berkorban, mereka bersukacita diiringi dengan alat-alat musik. Mereka bukan turun dengan sebuah kemurungan, tetapi dengan sukacita yang besar. Serombongan nabi ini mengerti apa yang namanya the joy of sacrifice (sukacita dalam memberi). Mereka itu kepenuhan seperti nabi. Selanjutnya Saul berubah menjadi manusia lain, saat dia bertemu dengan serombongan nabi yang baru selesai berkorban. Serombongan nabi itu bersukacita karena pengorbanan mereka,sehingga mereka dipenuhi Roh. Itulah yang memberi dampak dan membuat Saul juga kepenuhan Roh serta menjadi manusia lain.

“Kenapa kita tidak dapat bersukacita saat memberi?”
Alasannya oleh karena: belum merasakan cinta atau kasih yang sesungguhnya. Saat kita benar-benar jatuh cinta, barulah berkorban itu merupakan suatu kebahagian.
Bukankah kita merasa bahagia sekali kalau bisa memberi orang yang kita cintai? Tapi saat cinta kita luntur, maka kita mulai melakukan banyak perhitungan.

The joy of sacrifice,kalau kita mengerti betapa Tuhan telah mengasihi kita terlebih dahulu. “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Dia telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”

Seharusnya kasih yang kita terima ini akan terus kita bawa bergerak, sehingga dimanapun kita berada, maka disanapun kehidupan akan terpancar keluar. Sebagai orang percaya, saat kita dipenuhi Roh maka kita bisa menjadi dampak pada orang-orang di sekitar.

Sudahkah kita bersukacita saat memberi karena kita mencintai Tuhan?

Mengundurkan Diri

Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.

Orang yang mengundurkan diri adalah orang yang pernah maju atau masuk dalam lingkungan tertentu, namun setelah melihat sitiuasi yang membuatnya tidak tahan, ia memutuskan untuk mengundurkan diri. Di dalam Tuhan bukan kondisinya yang salah, ketika kita masuk dalam panggilan dan kehendak-Nya. Tetapi lebih pada keadaan stamina rohani kita yang kurang memadai. Kita berpikir semuanya akan mudah dan singkat, tetapi setelah kondisi terasa berat, kita memilih untuk mundur.

Yang perlu kita ingat dan selalu harus dicamkan kuat di pikiran dan hati kita:

1)Kita ini seperti berlari marathon dan bukan sprint, dimana kita perlu daya tahan dan bukan hanya kecepatan. Juga perlu kesabaran dan bukan hanya tenaga. Perlu ketekunan dan kesabaran dan bukan tergesa-gesa untuk cepat sampai tujuan. Karena itu kita harus terus membangun dan melatih manusia roh kita, setiap saat.

2)Bersiap untuk yang terburuk tapi berharap yang terbaik. Pada saat Abraham diminta untuk mempersembahkan Ishak, ia mempunyai sikap seperti itu. Di benaknya, dia siap Ishak sungguh-sungguh dipersembahkan dan mati. Namun imannya juga sangat percaya bahwa Tuhan yang dia sembah adalah Tuhan yang penuh Kasih, Tuhan yang sudah menyediakan anak domba untuk korban bakaran. Tetapi sekalipun Ishak memang harus dipersembahkan, Abraham tetap percaya bahwa Ia adalah Tuhan yang penuh Kuasa, yang mampu untuk membangkitkan Ishak kembali.

Abraham, Bapa orang Percaya, melewati banyak rintangan, tetap setia menantikan janji Tuhan, serta tidak mengundurkan diri saat dicobai bahkan rela menyerahkan apa “Yang Paling Berharga” pada Tuhan. Maka janji Tuhan: “Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku”

Jangan mengundurkan diri, yang terbaik sudah Tuhan siapkan!

Wednesday, March 23, 2011

Damai, Bahagia dan Diberkati

 "Akulah TUHAN, Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh. Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti, maka keturunanmu akan seperti pasir dan anak cucumu seperti kersik banyaknya; nama mereka tidak akan dilenyapkan atau ditiadakan dari hadapan-Ku."

Memulai Tahun ini, TUHAN berkata, "Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka akan ada: Damai Sejahtera, Kebahagiaan dan keluarga yang Diberkati. Tapi TUHAN rindu kita anak-anak Nya punya sikap:

1) Tidak kuartir akan hidup kita, karena janjiNya "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." Tuhan mau kita tidak kuatir akan apa yang kita makan, minum, dan pakai. Semua itu dicari oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah (bangsa-bangsa penyembah berhala). Tetapi Bapa kita yang di sorga tahu bahwa kita memerlukan semuanya itu. Jadi marilah kita mulai dengan mencari dulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semua yang kita butuhkan, yaitu makan, minum dan apa yang akan dipakai, akan ditambahkan kepada kita.

2) Mengandalkan HANYA kepada TUHAN. "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah."

Untuk menggenapkan janjiNya atas Damai Sejahtera, Kebahagiaan dan keluarga yang Diberkati, apakah kita sudah tidak kuatir dan tetap mengandalkan HANYA kepada TUHAN?

Berkat Kehidupan

Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya

Saat ini Tuhan sudah memerintahkan berkat dan kehidupan bagi kita yang mau:

1) Diam rukun bersama sebagai satu unity. Posisi kita memang berbeda-beda, baik sebagai: istri, suami, anak, bapa, hamba dan tuan. Namun mari kita belajar saling menerima perbedaan yang ada dan tetap mempunyai hati hamba. Seperti Tuhan yang tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,tapi mengosongkan diri-Nya, dan mengambil rupa seorang hamba.

2) Seperti embun, berasal dari air yg berubah krn suhu/temp. Saat panas, air berubah jadi uap, saat dingin berubah jadi embun. Supaya berkat kehidupan itu mengalir, kita rela dibentuk menjadi apapun yg Tuhan mau. Terus menaruh kepercayaan kita pada Nya dan tetap setia sampai garis akhir, baik untuk hal-hal yang sudah kita mengerti maupun yang belum dimengerti. Sebab rancangan Tuhan bukanlah rancangan kita, dan jalan kita bukanlah jalan-Nya. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan Tuhan dari jalan kita dan rancangan Tuhan dari rancangan kita.

3) Seperti minyak, untuk menjadi minyak sebenarnya makhuk hidup itu hrs mati terlebih dahulu. Hidup yang bukan lagi terfokus pada diri kita sendiri, namun hidup yang memberikan dampak, kemanisan, dan menjadi berkat bagi sesama. Kita adalah milik Tuhan dan juga keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah. Dan janji Allah itu adalah: ”Olehmu segala bangsa akan diberkati.” Panggilan kita sebagai anak-anakNya adalah menjadi berkat bagi keluarga kita, bagi lingkungan sosial kita, bagi kota kita, dan bangsa kita tercinta: Indonesia.

Apakah kita siap menerima berkat dan kehidupan yang telah Dia sediakan?

Watak Manusia

Ketika Tuhan sedang menyembuhkan banyak orang, orang datang berbondong-bondong. Tetapi ketika Dia naik ke atas bukit, datanglah murid-muridNya. Lalu kemana orang banyak yang berbondong-bondong itu?
Mungkin mereka berpikir bahwa Tuhan akan berdoa dan mereka menunggu saja. Atau mungkin mereka berpikir: lebih enak disini saja, buat apa repot-repot harus sampai naik ke atas bukit. Itulah memang watak manusia, cenderung lebih memilih untuk mendapatkan sesuatu yang mudah dicapai, sesuatu yang sesuai dengan selera dan pikirannya. Tapi, ketika Tuhan “naik ke atas ke tempat yang lebih sukar”, orang mulai berhenti mengikuti Dia.

Sikap yang demikian menyebabkan mereka kehilangan lebih dari pada hanya mujizat kesembuhan, karena setelah semuanya itu Tuhan mulai mengajar murid-murid Nya tentang kebenaran yang kekal.
Saat orang banyak berbondong-bondong memilih berhenti dan puas di level yang rendah, maukah kita mengikutiNya terus ke Next Level?

Segenap Hati

Belajar dari Kaleb bin Yefune.
Dialah yang akan melihat negeri itu dan kepadanya dan kepada anak-anaknya akan Kuberikan negeri yang diinjaknya itu, karena dengan sepenuh hati ia mengikuti Tuhan.

Jadi rupanya mengikuti Tuhan dengan SEPENUH HATI itu merupakan hal yang utama bagi Tuhan, sehingga hal itu perlu berkali-kali disampaikan oleh Tuhan, yang artinya hal itu sungguh merupakan hal yang sangat serius.

Mengikuti Tuhan dengan SEPENUH HATI itu merupakan hal yang utama bagi-Nya; bukan pelayanan kita, bukan pengorbanan kita, bukan waktu kita, dan bukan apapun yang lainnya.
Bagi Tuhan, yang paling utama ialah “mengikuti Dia dengan SEPENUH HATI.”